PENDIDIKAN AGAMA


.

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA
KAITAN ANTARA IMAN DAN AMAL SHOLEH




Oleh :

Nama Mahasiswa : Novita Fitriatul Aini Wibowo
Jurusan : Biologi
NIM : M0411050



FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
KAITAN ANTARA IMAN DAN AMAL SHOLEH

Oleh Buya H.Mas’oed Abidin

Firman Allah SWT :
الْبَرِيَّةِ خَيْرُ هُمْ أُولَئِكَ الصَّالِحَاتِ وَعَمِلُوا اءَامَنُوالَّذِينَ إِنَّ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Q.S. Al Bayyinah: 7)
Dalam Al Qur’an sering kita dapati kata iman yang senantiasa dengan kata amal shaleh. Penggandaan kedua kata ini bukan tidak memiliki makna yang berarti, bahkan sebaliknya mengandung pengertian yang amat dalam.
Keimanan tidak pernah terpisah dari prilaku amal shaleh. Orang-orang yang benar-benar beriman akan selalu mengaplikasikan keimanannya dengan mengerjakan amal shaleh. Lebih lanjut Rasulullah dalam beberapa hadisnya menerangkan prilaku orang-orang yang beriman, di antaranya :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tamunya”. (H.R. Muslim)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia tidak menyakiti tetangganya (HR. Bukhari & Muslim)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik atau diam (HR. Bukhari & Muslim)
Ketiga hadis di atas seolah mengindikasikan bahwa tanpa amal shaleh, iman seseorang belumlah sempurna. Sebab iman tidak hanya berucap dengan lisan, dan teryakini dalam hati, tapi lebih dari itu harus pula diaplikasikan dalam perbuatan amal shaleh.
Hubungan antara iman dan amal shaleh ini tampak jelas dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 2-3, bahwa orang yang bertaqwa adalah mereka yang beriman kepada Yang Ghaib (Allah), mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Allah berikan kepada mereka. Pada ayat ini, perbuatan amal shaleh seperti shalat: shalat yang merupakan amal shaleh terhadap Allah dan menafkahkan harta yang merupakan amal shaleh terhadap sesama manusia, terlaksana setelah seseorang beriman kepada Yang Ghaib (Allah). Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa iman yang benar adalah yang senantiasa diiringi dengan perbuatan amal shaleh.
Adapun orang yang mengerjakan amal shaleh dinamakan orang yang shaleh. Sementara prilaku amal shaleh tersebut kita kenal dengan istilah keshalehan. Istilah keshalehan pada akhir-akhir ini telah berkembang secara dikotomis. Ada yang mengistilahkannya dengan keshalehan ritual, dan ada pula yang mengistilahkannya dengan keshalehan sosial. Jadi di dalam Islam seolah¬-olah memang ada dua macam bentuk keshalehan.
Keshalehan ritual mereka identikkan dengan prilaku amal shaleh yang berhubungan dengan ibadah mahdhah, yakni ibadah yang semata-mata langsung berhubungan dengan Allah (hablun minallah), seperti shalat, puasa dan haji. Adapun istilah keshalehan sosial identik dengan prilaku seseorang yang mengerjakan amal shaleh yang berhubungan dengan mu‘amalah terhadap sesama manusia (hablun minannas), seperti kepedulian sosial, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, suka menolong. mengayomi masyarakat dan sebagainya.
Padahal dalam Al Qur’an sutar Al Baqarah 2-3, sebagaimana yang diuraikan di atas, bahwasanya Allah SWT tidak membeda-bedakan perbuatan amal shaleh dalam prioritas tertentu. baik amal shaleh dalam kaitannya dengan hablun minallah ataupun amal shaleh dalam kaitannya dengan hablun minannas. Karena amal shaleh yang sebenarnya adalah keseimbangan antara keduanya.
Munculnya dikotomi dalam istilah keshalehan ini memang bermula dari fenomena kehidupan keberagamaan kaum muslimin sendiri. Di mana sering dijumpai sekelompok orang yang tekun beribadah, hidup dalam kezuhudan, bahkan ada yang berkali-kali menunaikan ibadah haji, namun kurang peduli akan keadaan dan nasib masyarakat dan saudara-saudaranya yang ada di sekelilingnya. Hatinya tidak tergerak untuk membantu saudara-saudaranya yang lemah (dhu ‘afa’), tertindas. Tidak turut serta menegakkan amar ma’ruf-nahi munkar, seolah-olah ibadah yang ia kerjakan yang penting untuk dan demi dirinya sendiri. Dan seolah-olah Islam hanya mengajarkan umatnya untuk bermu ‘amalah kepada Allah belaka.
Sebaliknya. sering juga dijumpai di antara kaum muslimin yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah umat, memperhatikan hak-hak sesamanya, senantiasa berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan lslami, namun terkesan mengabaikan ibadah mahdhah (ritual) nya.
Di lain hal terkadang tidak jarang pula kita lihat ketidak harmonisan sikap dan hubungan antara kedua kelompok di atas, di mana masing-masing bersikap sinis satu sama lain. Masing-masing mengklaim bahwa amal shaleh yang mereka lakukanlah yang lebih utama.
Dalam hal ini. Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam bukunya I’dad al Shabirin wa dzakirat al Syakirin, mengingatkan agar supaya suatu kelompok janganlah terlalu bangga dengan ibadah dan amal shaleh yang mereka kerjakan, serta menyatakan bahwa merekalah yang paling utama dalam menjalankan sunnah Nabi ketimbang kelompok lain. Kata beliau selanjutnya.
“Jika para mujahid dan orang~orang yang terjun ke medan perang berhujjah bahwa merekalah kelompok ‘yang paling utama, maka kelompok orang-orang yang berilmu juga berhak untuk berhujjah seperti itu. Jika orang-orang yang berzuhud dan meninggalkan keduniawian berhujjah bahwa inilah kelebihan Rasul yang mereka teladani. maka orang-orang yang aktif menekuni keduniaan, mengurusi masyarakat, pemerintahan, memimpin rakyat, melaksanakan perintah-Nya dalam menegakkan agama-Nya juga berhak untuk berhujjah. Jika orang miskin yang sabar berhujjah bahwa mereka mengikuti sifat mulia Nabi, maka orang kaya yang bersyukur juga berhak untuk berhujjah seperti itu…”
Sehingga Ibnu Qayyim berkata. “Yang paling berhak atas diri Rasulullah dalam meneladaninya adalah orang yang paling mengetahui sunnah beliau dan kemudian mengamalkannya”.
Dari ungkapan Ibnu Qayyim di atas tersirat sebuah pengertian bahwa ibadah dan amal shaleh bukan sekedar mu‘amalah ma‘allah semata, atau sebaliknya mu’amalah ma‘annas saja. Melainkan merupakan mu‘amalah yang kaaffah (totalitas), baik terhadap Allah maupun sesama makhluk. Sehingga keshalehan dalam Islam haruslah komplit, meliputi kedua aspek keshalehan tersebut. yakni keshalehan ritual (Hablun Minallah) dan keshalehan sosial (Hablun Minannas).
Gambaran komplit tentang keshalehan yang kaaffah ini dapat dilihat dari ibadah shalat yang dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
Begitu pula ibadah puasa yang mendidik seseorang untuk bersikap toleran dan peduili terhadap kesusahan orang lain. Kedua contoh ibadah tersebut ( sholat dan puasa ) mengandung dua aspek keshalehan sekaligus, baik aspek ritual maupun sosial.
Keshalehan yang kaaffah ibarat air yang bersih dan suci, yang di dalam istilah fiqih adalah air yang “Thaahirun linafsihi wa muthahhirun lighairihi” (Suci bagi dzatnya sendiri dan mensucikan bagi yang lainnnya). Air ini tidak hanya hersih. tapi juga dapat digunakan untuk berthaharah (bersuci) seperti wudlu misalnya. Dan tidak semua air bersih dapat digunakan untuk berthaharah, seperti air kelapa, air teh dan sebagainya.
Untuk itu selayaknyalah setiap muslim meraih predikat keshalehan yang kaffah ini, sehingga ia tidak hanya shaleh secara ritual, dalam artian taat beribadah kepada Allah. Namun ia juga shaleh secara sosial, dalam artian senantiasa beramal shaleh terhadap sesamanya. Sehingga ia mampu menciptakan kemaslahatan bagi sesama. Ia disamping mampu menasehati dirinya sendiri, juga mampu menasehati orang lain. Namun jangan sampai hanya rnampu menasehati orang lain, tetapi tidak mampu menasehati diri sendiri.
¬Allah SWT berfirman: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja rnereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agarna) Allah (Hablun Minallah) dan tali (perjanjian) dengan manusia (Hablun Minannas)” (Q.S. Ali Imran: 112).


Dikutip dari BUYA H.MAS’OED ABIDIN’s Weblog










Catatan :
Dari artikel yang diuraikan oleh Buya H.Mas’oed Abidin di atas dapat kita pahami betapa erat kaitan antara Iman dan amal sholeh dalam kehidupan sehari-hari. Keberiringan antara keduanya sangat penting dan seakan diwajibkan. Firman Allah SWT dalam surat Al Bayyinah ayat 7 dijelaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah sekaligus menjalankan amal sholeh maka akan mendapatkan predikat “ sebaik-baik makhluk “ dimata Allah SWT.
Jika ditinjau dari segi artinya, beriman adalah meyakini akan keesaan dan keberadaan Allah SWT di dalam hati, kemudian mengucapkannya dengan lisan berupa kalimat syahadad serta mengamalkannya dalam amal perbuatan.
Bentuk aplikasi nyata dari mengamalkan dalam amal perbuatan adalah dengan melakukan amal sholeh dalam kehidupan kita sehari-hari. Amal sholeh disini adalah hablun minallah dan hablun minannas. Amal sholeh yang kita lakukan adalah amal sholeh yang kaaffah ( totalitas ) antara keduanya dan berbasis iman kepada Allah SWT. Karena jika kita berbuat amal kesholehan tetapi hati kita tidak beriman atau tidak dengan tujuan kepada Allah SWT, maka sudah pasti amal kita tidak akan mendapatkan ridho dan pahala dari Allah SWT.
Kaitan antara iman dan amal shaleh juga tergambar dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 2-3 yang artinya : “ kitab ( Al Qur’an ) ini tidak ada keraguan padanya,petunjuk bagi mereka yang bertakwa.(yaitu) mereka yang beriman kepada yang Ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa perbuatan amal shaleh seperti shalat yang merupakan amal shaleh terhadap Allah dan menafkahkan harta yang merupakan amal shaleh terhadap sesama manusia, terlaksana setelah seseorang beriman kepada Allah SWT. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa iman yang benar adalah yang senantiasa diiringi dengan perbuatan amal shaleh.
Di dalam Al Qur’an banyak kita temukan perintah untuk beriman dan beramal sholeh yang ditulis secara beriringan. Ayat-ayat ini menggambarkan betapa eratnya kaitan antara keimanan seseorang denagan amal sholeh yang mereka kerjakan. Diantara ayat-ayat tersebut adalah :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl: 97)
“Demi masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-‘Ashr 1-3)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah: 62)
“Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah “salaam”"(QS: Ibrahim: 23)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan.”(QS: Yunus: 9)
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS: An-Nur: 55)
“Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia),”(QS: Thaahaa: 75)
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS: Al-Hajj: 77-78)
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. “ (QS: Al-Baqarah: 62)
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra’d: 28-29)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. Katakanlah (kepada mereka): “Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”.Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurat : 15-18).
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, syuhadaa’, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. “(QS An-Nisaa’ 69).
“Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.“(QS: Al-Ankabut: 7)
Jadi, beriman dan mengerjakan amal sholeh merupakan suatu bentuk pengabdian kita secara kaaffah ( totalitas ) sebagai hamba Allah. Apabila kita hanya menjalankan salah satu diantara keduanya maka kita tidak akan bisa mendapatkan ridho Allah SWT.



Kesimpulannya :
“Iman itu suatu bentuk pengakuan kita akan keberadaan Allah SWT sedangkan amal sholeh adalah bentuk aplikasi nyata yang kita lakukan untuk menunjukkan kesungguhan pengabdian terhadap apa yang telah kita imani atau bisa dikatakan iman merupakan pijakan atau dasar kita dalam melaksanakan berbagai amalan-amalan sholeh”.


Your Reply